Senin, 29 November 2010

Asal Muasal Penyakit AIDS


http://mimpiituaku.files.wordpress.com/2009/07/french_aids_postersimg_assist_custom.jpg
Virus HIV AIDS sebenarnya bukan berasal dari simpanse, tetapi ciptaan para ilmuwan yang kemudian diselewengkan melalui rekayasa tertentu untuk memusnahkan etnis tertentu. (Jerry D. Gray, Dosa-dosa Media Amerika - Mengungkap Fakta Tersembunyi Kejahatan Media Barat, Ufuk Press 2006 h. 192).

Tulisan Allan Cantwell, Jr. M.D. ini mengungkapakan rahasia asal-usul AIDS dan HIV, juga bagaimana ilmuwan menghasilkan penyakit yang paling menakutkan kemudian menutup-nutupinya.

Teori” Monyet Hijau

1.Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah ciptaan manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga puluh persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan menganggap teori konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori monyet hijau Afrika yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun 1988 para peneliti telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar. Namun kebanyakan edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik hingga sekarang. Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau telah digantikan dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan merupakan asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas ilmiah.

2. “Pohon keturunan” filogenetik virus primata (yang hanya dipahami segelintir orang saja) ditampilkan untuk membuktikan bahwa HIV diturunkan dari virus primata yang berdiam di semak Afrika. Analisis data genetika virus ditunjukkan melalui “supercomputer” di Los Alamos, Mexico, menunjukkan bahwa HIV telah “melompati spesies’, dari simpanse ke manusia sekitar tahun 1930 di Afrika.

Eksperimen Hepatitis B Pra-AIDS kepada Pria Gay (1978-1981)

Ribuan pria gay mendaftar sebagai manusia percobaan untuk eksperimen vaksin hepatitis B yang “disponsori pemerintah AS” di New York, Los Angeles, dan San Fransisco. Setelah beberapa tahun, kota-kota tersebut menjadi pusat sindrom defisiensi kekebalan terkait gay, yang belakangan dikenal dengan AIDS. Di awal 1970-an, vaksin hepatitis B dikembangkan di dalam tubuh simpanse. Sekarang hewan ini dipercaya sebagai asal-usul berevolusinya HIV. Banyak orang masih merasa takut mendapat vaksin hepatitis B lantaran asalnya yang terkait dengan pria gay dan AIDS. Para dokter senior masih bisa ingat bahwa eksperimen vaksin hepatitis awalnya dibuat dari kumpulan serum darah para homoseksual yang terinfeksi hepatitis.

Kemungkinan besar HIV “masuk” ke dalam tubuh pria gay selama uji coba vaksin ini. Ketika itu, ribuan homoseksual diinjeksi di New York pada awal 1978 dan di kota-kota pesisir barat sekitar tahun 1980-1981.

Apakah jenis virus yang terkontaminasi dalam program vaksin ini yang menyebabkan AIDS? Bagaimana dengan program WHO di Afrika? Bukti kuat menunjukkan bahwa AIDS berkembang tak lama setelah program vaksin ini. AIDS merebak pertama kali di kalangan gay New York City pada tahun 1979, beberapa bulan setelah eksperimen dimulai di Manhattan. Ada fakta yang cukup mengejutkan dan secara statistik sangat signifikan, bahwa 20% pria gay yang menjadi sukarelawan eksperimen hepatitis B di New York diketahui mengidap HIV positif pada tahun 1980 (setahun sebelum AIDS menjadi penyakit “resmi’). Ini menunjukkan bahwa pria Manhattan memiliki kejadian HIV tertinggi dibandingkan tempat lainnya di dunia, termasuk Afrika, yang dianggap sebagai tempat kelahiran HIV dan AIDS. Fakta lain yang juga menghebohkan adalah bahwa kasus AIDS di Afrika yang dapat dibuktikan baru muncul setelah tahun 1982. Sejumlah peneliti yakin bahwa eksperimen vaksin inilah yang berfungsi sebagai saluran tempat “berjangkitnya” HIV ke populasi gay di Amerika. Namun hingga sekarang para ilmuwan AIDS mengecilkan koneksi apapun antara AIDS dengan vaksin tersebut.

Umum diketahui bahwa di Afrika, AIDS berjangkit pada orang heteroseksual, sementara di Amerika Serikat AIDS hanya berjangkit pada kalangan pria gay. Meskipun pada awalnya diberitahukan kepada publik bahwa “tak seorang pun kebal AIDS”, faktanya hingga sekarang ini (20 tahun setelah kasus pertama AIDS), 80% kasus AIDS baru di Amerika Serikat berjangkit pada pria gay, pecandu narkotika, dan pasangan seksual mereka. Mengapa demikian? Tentunya HIV tidak mendiskriminasi preferensi seksual atau ras tertentu. Apakah benar demikian?

Keserupaan dengan FLU Burung

Di pertengahan tahun 1990-an, para ahli biologi berhasil mengidentifikasi setidaknya 8 subtipe (strain) HIV yang menginfeksi berbagai orang di seluruh dunia. Telah terbukti, strain B adalah strain pra dominan yang menginfeksi gay di AS. Strain HIV ini lebih cenderung menginfeksi jaringan rektum, itu sebabnya para gay yang cenderung menderita AIDS dibandingkan non-gay

Sebaliknya, Strain HIV yang umum dijumpai di Afrika cenderung menginfeksi vagina dan sel serviks (leher rahim), sebagaimana kulup penis pria. Itu sebabnya, di Afrika, HIV cenderung berjangkit pada kalangan heteroseksual.

Para pakar AIDS telah memeberitahukan bahawa AIDS Amerika berasal dari Afrika, padahal Strain HIV yang umum dijumpai di kalangan pria gay nyaris tak pernah terlihat di Afrika! Bagaimana bisa demikian? Apakah sebagian Strain HIV direkayasa agar mudah beradaptasi ke sel yang cenderung menginfeksi kelamin gay?

Telah diketahui, pria ilmuwan SCVP (Special Virus Cancer Program) mampu mengadaptasi retrovirus tertentu agar menginfeksi jenis sel tertentu. Tak kurang sejak tahun 1970, para ilmuwan perang biologis telah belajar mendesain agen-agen (khususnya virus) tertentu yang bisa menginfeksi dan menyerang sel kelompok rasial “tertentu”. Setidaknya tahun 1997, Stephen O’Brien dan Michael Dean dari Laboratorium Keanekaragaman Genom di National Cancer Institute menunjukkan bahwa satu dari sepuluh orang kulit putih memiliki gen resisten-AIDS, sementara orang kulit hitam Afrika tidak memiliki gen semacam itu sama sekali. Kelihatannya, AIDS semakin merupakan “virus buatan manusia yang menyerang ras tertentu” dibandingkan peristiwa alamiah.

Berkat bantuan media Amerika, virus ini menyebar ke jutaan orang tertentu di seluruh dunia sebelum segelintir orang mulai waspada akan kejahatan di balik penciptaan virus ini. Di tahun 1981, pejabat kesehatan memastikan “masyarakat umum” bahwa tak ada yang perlu dikhawatirkan. “AIDS adalah penyakit gay” adalah jargon yang sering dikumandangkan media.

Setidaknya tahun 1987, Robert Gallo memberitahu reporter Playboy, David Black, “Saya pribadi belum pernah menemukan satu kasus pun (di Amerika) dimana pria terkena virus (AIDS) dari seorang wanita melalui hubungan intim heteroseksual .” Gallo melanjutkan, “AIDS tak akan menjadi bahaya yang tak bisa teratasi bagi masyarakat umum.” Apakah ini sekedar spekulasi ataukah Gallo mengetahui sesuatu yang tidak ia ceritakan?

Sumber: http://muka-aneh.blogspot.com/2009/11/asal-muasal-penyakit-aids.html

Jumat, 26 November 2010

Sejarah Penciptaan Lambang Burung Garuda

Garuda merupakan lambang Negara Indonesia, hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan bagaimana kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini.

Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.Dia lah Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak.


Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.

Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.

Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

source: http://halpalingunik.blogspot.com/2010/11/penemu-lambang-garuda.html

Fakta tentang dunia sepak bola Indonesia


1. Hampir semua Nama Klub Sepak Bola Indonesia Berawalan huruf P

2. Cuma di Indonesia, klub dibiayai pemda dimana uangnya diperoleh dari rakyat.

3. Cuma di Indonesia pula, walikota/Bupati/Gubernur merangkap ketua klub.

4. Banyak pejabat di daerah terlibat kasus korupsi hanya gara-gara salah mengelola keuangan klub dengan mencampur adukkan dengan Anggaran pendapatan dan belanja daerah setempat.

5. Bisa jadi, di beberapa daerah, jumlah penonton yang membayar tiket pertandingan dengan yang tidak membayar berbanding 50-50.

6. Di musim hujan, tempat paling strategis menonton pertandingan adalah di bawah pohon tinggi yang menjulang di balik tembok stadion.

7. Penonton Indonesia dikenal fanatik, nekat dan tak takut mati, bahkan mungkin lebih nekat dari Hooligan Inggris. Mereka berani memanjat menara lampu stadion yang tinggi di tengah hujan demi bisa menonton pertandingan secara gratis.

8. Untuk bertahan di tengah kompetisi yang ketat, pemain Indonesia harus dibekali dengan skill sepakbola, lari, dan pencak silat atau tinju. Lari utuk menghindari kejaran penonton suporter atau manajer lawan yang mengamuk karena kalah, pencak silat atau tinju untuk membela diri jika sudah terpojok dengan lawan atau ketika emosi dengan keputusan wasit.

9. Bus klub yang digunakan untuk mengangkut pamain sebaiknya haruslah berlapis baja. Karena jika tidak, bisa ringsek dihadang suporter tim lawan yang menghadang di jalan.

10. Sulit mendapatkan sisi lapangan yang tidak terggenang air ketika hujan di Indonesia.

11. Ajaib! Ketua umumnya masuk penjara tapi masih bisa memimpin organisasi PSSI.

12. Tak usah takut dengan skorsing yang dijatuhkan oleh komisi disiplin, karena nantinya pasti akan diampuni oleh ketua umum.

13. Jarak laga tandang yang harus dilakoni sebuah klub di Indonesia bisa jadi yang terjauh. Bayangkan jika klub asal Aceh harus terbang ke Papua atau sebaliknya.

14. Di Indonesia, petugas keamanan menghadap ke lapangan bukan ke arah penonton, bahkan beberapa di antaranya terlihat duduk dan bersorak memberi dukungan untuk tim tuan rumah.

15. Cuma di Indonesia, polisi turun tangan melerai dan menangkap dua pemain yang bertikai di lapangan. Bahkan sempat memenjarakannya.

16. Di Indonesia, yang memukul bukan hanya pemain dan offisial, wasit pun tak mau kalah.

17. Kadang-kadang, lapangan juga dijadikan tempat membuang sampah oleh penonton, terutama jika tim kesayangannya kalah.

18. Jika sebelum pertandingan lapangan disterilkan, seringkali akan ditemukan banyak benda berbau klenik di seputaran gawang.

19. Meski telah diperiksa petugas sebelum masuk, masih banyak penonton membunyikan peluit di tengah atau akhir pertandingan. Tidak diketahui dimana mereka menyembunyikan benda terlarang tersebut, kemungkinan di daerah "terlarang" yang bebas razia.

20. Menonton kompetisi liga super Indonesia seperti menonton liga eks-patriat di negeri sendiri, jumlah pemain asing yang dimainkan hampir lebih banyak dari pemain lokal. Sayangnya, kualitas pemain asing rata-rata tidak lebih baik dari pemain lokal. Umumnya mereka lebih besar, tinggi dan garang di lapangan.

Sumber: http://hermawayne.blogspot.com/2009/10/fakta-tentang-dunia-sepak-bola.html

Sabtu, 20 November 2010

Tentang Bung Karno Yang Jago Free Style


Bung Karno dalam biografinya hanya menyinggung sedikit masa-masa sekolah di HBS Surabaya. Masa-masa ia berjalan kaki, sementara para murid Belanda sudah ber-haha-hihi dengan sepeda angin. Ia lantas berusaha memperketat pengeluaran sehingga bisa menyisihkan sedikit uang bulanan untuk ditabung.

Prinsip sedikit demi sedikit lama-lama membukit itu berbuah sepeda juga. Judulnya, “Bung Karno Akhirnya Punya Sepeda”. Tapi judul itu tidak bertahan lama. Dalam satu kesempatan, Anwar Cokroaminoto, putra H.O.S. Cokroaminoto yang masih berusaha tujuh tahun, iseng-iseng mengeluarkan sepeda Bung Karno, dan menaikinya. Tentu saja tanpa seizin Bung Karno.

Guubbbraaaaakkk…. Anwar tidak bisa mengendalikan laju sepeda, dan menubruk tembok. Sepeda ringsek seketika. Demi melihat suara tubrukan, Bung Karno menghambur keluar. Matanya terbelalak, jantung berdegup kencang, si pitam naik ke ubun-ubun. Ia lihat Anwar berdiri ketakutan, dan tentu saja kesakitan. Sukarno mendelik dan menyepak bokongnya. Anwar pun menangis meraung-raung. Hati Sukarno sendiri menangis melihat sepeda kesayangan yang ia beli dengan susah payah, kini ringsek sudah.

Beberapa tahun kemudian, ketika Sukarno sudah menjadi tokoh pergerakan, mengetuai organisasi, mendapat honorarium… ia berkisah, kembali membeli sepeda. Tapi bukan untuk dirinya, melainkan untuk si Anwar. Mungkin ia merasa bersalah karena dulu telah menyepak bokong Anwar karena marah.

endek kata, Sukarno adalah pengendara sepeda yang baik. Dalam beberapa kunjungan ke luar negeri, ia bahkan menjajal sepeda-sepeda onthel kebanggaan negara itu. Salah satu foto bahkan menunjukkan freestyle onthel ala Bung Karno. Ia bisa menghentikan sepeda, tanpa menjejakkan kaki ke bumi, badan membungkuk dan memegang roda depan. Foto yang lain menunjukkan, zaman dahulu pun, freestyle sudah ada. Bedanya, kalau dulu menggunakan sepeda onthel, sekarang memakai sepeda BMX.

source: http://halpalingunik.blogspot.com/2010/11/bung-karno-juga-jago-freestyle.html

Kekuatan Raksasa Militer Indonesia Tahun 1960

Kekuatan Raksasa Militer Indonesia Tahun 1960

1960-an, Era Presiden Sukarno.
kekuatan militer Indonesia adalah salahsatu yang terbesar dan terkuat di dunia. Saat itu, bahkan kekuatan Belanda sudah tidak sebanding dengan Indonesia, dan Amerika sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer kita yang didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Sovyet.

1960, Belanda masih bercokol di Papua. Melihat kekuatan Republik Indonesia yang makin hebat, Belanda yang didukung Barat merancang muslihat untuk membentuk negara boneka yang seakan-akan merdeka, tapi masih dibawah kendali Belanda.

Presiden Sukarno segera mengambil tindakan ekstrim, tujuannya, merebut kembali Papua. Sukarno segera mengeluarkan maklumat "Trikora" di Yogyakarta, dan isinya adalah:
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan kolonial Belanda.
2. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di seluruh Irian Barat
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa.

Berkat kedekatan Indonesia dengan Sovyet, maka Indonesia mendapatkan bantuan besar-besaran kekuatan armada laut dan udara militer termaju di dunia dengan nilai raksasa, US$ 2.5 milyar. Saat ini, kekuatan militer Indonesia menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi selatan.

Kekuatan utama Indonesia di saat Trikora itu adalah salahsatu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Sovyet dari kelas Sverdlov, dengan 12 meriam raksasa kaliber 6 inchi. Ini adalah KRI Irian, dengan bobot raksasa 16.640 ton dengan awak sebesar 1270 orang termasuk 60 perwira. Sovyet, tidak pernah sekalipun memberikan kapal sekuat ini pada bangsa lain manapun, kecuali Indonesia. (kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang dari kelas Sigma hanya berbobot 1600 ton).





Angkatan udara Indonesia juga menjadi salahsatu armada udara paling mematikan di dunia, yang terdiri dari lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari :

1. 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed.
2. 30 pesawat MiG-15
3. 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17.
4. 10 pesawat supersonic MiG-19.





Pesawat MiG-21 Fishbed adalah salahsatu pesawat supersonic tercanggih di dunia, yang telah mampu terbang dengan kecepatan mencapai Mach 2. Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II seperti P-51 Mustang.

Sebagai catatan, kedahsyatan pesawat-pesawat MiG-21 dan MiG-17 di Perang Vietnam sampai mendorong Amerika mendirikan United States Navy Strike Fighter Tactics Instructor, pusat latihan pilot-pilot terbaik yang dikenal dengan nama TOP GUN.


Indonesia juga memiliki armada 26 pembom jarak jauh strategis Tu-16 Tupolev (Badger A dan B). Ini membuat Indonesia menjadi salahsatu dari hanya 4 bangsa di dunia yang mempunyai pembom strategis, yaitu Amerika, Rusia, dan Inggris. Pangkalannya terletak di Lapangan Udara Iswahyudi, Surabaya.

Bahkan China dan Australia pun belum memiliki pesawat pembom strategis seperti ini. Pembom ini juga dilengkapi berbagai peralatan elektronik canggih dan rudal khusus anti kapal perang AS-1 Kennel, yang daya ledaknya bisa dengan mudah menenggelamkan kapal-kapal tempur Barat.

Indonesia juga memiliki 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan kapal tempur kelas Corvette, 9 helikopter terbesar di dunia MI-6, 41 helikopter MI-4, berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B. Total, Indonesia mempunyai 104 unit kapal tempur. Belum lagi ribuan senapan serbu terbaik saat itu dan masih menjadi legendaris sampai saat ini, AK-47.

Ini semua membuat Indonesia menjadi salasahtu kekuatan militer laut dan udara terkuat di dunia. Begitu hebat efeknya, sehingga Amerika di bawah pimpinan John F. Kennedy memaksa Belanda untuk segera keluar dari Papua, dan menyatakan dalam forum PBB bahwa peralihan kekuasaan di Papua, dari Belanda ke Indonesia adalah sesuatu yang bisa diterima.

Sumber:http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=119637

ANTARA ZIONISME DAN YAHUDI

ANTARA ZIONISME DAN YAHUDI


Musim panas tahun 1982 menjadi saksi atas kebiadaban luar biasa yang menyebabkan seluruh dunia berteriak dan mengutuknya dengan keras. Tentara Isrel memasuki wilayah Lebanon dalam suatu serbuan mendadak, dan bergerak maju sambil menghancurkan sasaran apa saja yang nampak di hadapan mereka. Pasukan Israel ini mengepung kamp-kamp pengungsi yang dihuni warga Palestina yang telah melarikan diri akibat pengusiran dan pendudukan oleh Israel beberapa tahun sebelumnya. Selama dua hari, tentara Israel ini mengerahkan milisi Kristen Lebanon untuk membantai penduduk sipil tak berdosa tersebut. Dalam beberapa hari saja, ribuan nyawa tak berdosa telah terbantai.

Terorisme biadab bangsa Israel ini telah membuat marah seluruh masyarakat dunia. Tapi, yang menarik adalah sejumlah kecaman tersebut justru datang dari kalangan Yahudi, bahkan Yahudi Israel sendiri. Profesor Benjamin Cohen dari Tel Aviv University menulis sebuah pernyataan pada tanggal 6 Juni 1982:
Saya menulis kepada anda sambil mendengarkan radio transistor yang baru saja mengumumkan bahwa ‘kita’ sedang dalam proses ‘pencapaian tujuan-tujuan kita’ di Lebanon: yakni untuk menciptakan ‘kedamaian’ bagi penduduk Galilee. Kebohongan ini sungguh membuat saya marah. Sudah jelas bahwa ini adalah peperangan biadab, lebih kejam dari yang pernah ada sebelumnya, tidak ada kaitannya dengan upaya yang sedang dilakukan di London atau keamanan di Galilee…Yahudi, keturunan Ibrahim…. Bangsa Yahudi, mereka sendiri menjadi korban kekejaman, bagaimana mereka dapat menjadi sedemikian kejam pula? … Keberhasilan terbesar bagi Zionisme adalah de-Yahudi-isasi bangsa Yahudi. ("Professor Leibowitz calls Israeli politics in Lebanon Judeo-Nazi" Yediot Aharonoth, 2 Juli 1982)
Benjamin Cohen bukanlah satu-satunya warga Israel yang menentang pendudukan Israel atas Lebanon. Banyak kalangan intelektual Yahudi yang tinggal di Israel yang mengutuk kebiadaban yang dilakukan oleh negeri mereka sendiri.

Pensikapan ini tidak hanya tertuju pada pendudukan Israel atas Lebanon. Kedzaliman Israel atas bangsa Palestina, keteguhan dalam menjalankan kebijakan penjajahan, dan hubungannya dengan lembaga-lembaga semi-fasis di bekas rejim rasis Apartheid di Afrika Selatan telah dikritik oleh banyak tokoh intelektual terkemuka di Israel selama bertahun-tahun. Kritik dari kalangan Yahudi sendiri ini tidak terbatas hanya pada berbagai kebijakan Israel, tetapi juga diarahkan pada Zionisme, ideologi resmi negara Israel.

Ini menyatakan apa yang sesungguhnya terjadi: kebijakan pendudukan Israel atas Palestina dan terorisme negara yang mereka lakukan sejak tahun 1967 hingga sekarang berpangkal dari ideologi Zionisme, dan banyak Yahudi dari seluruh dunia yang menentangnya.
Oleh karena itu, bagi umat Islam, yang hendaknya dipermasalahkan adalah bukan agama Yahudi atau bangsa Yahudi, tetapi Zionisme.
Sebagaimana gerakan anti-Nazi tidak sepatutnya membenci keseluruhan masyarakat Jerman, maka seseorang yang menentang Zionisme tidak sepatutnya menyalahkan semua orang Yahudi.

Asal Mula Gagasan Rasis Zionisme

Setelah orang-orang Yahudi terusir dari Yerusalem pada tahun 70 M, mereka mulai tersebar di berbagai belahan dunia. Selama masa
‘diaspora’ ini, yang berakhir hingga abad ke-19, mayoritas masyarakat Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas kesamaan agama mereka. Sepanjang perjalanan waktu, sebagian besar orang Yahudi membaur dengan budaya setempat, di negara di mana mereka tinggal. Bahasa Hebrew hanya tertinggal sebagai bahasa suci yang digunakan dalam berdoa, sembahyang dan kitab-kitab agama mereka. Masyarakat Yahudi di Jerman mulai berbicara dalam bahasa Jerman, yang di Inggris berbicara dengan bahasa Inggris. Ketika sejumlah larangan dalam hal kemasyarakatan yang berlaku bagi kaum Yahudi di negara-negara Eropa dihapuskan di abad ke-19, melalui emansipasi, masyarakat Yahudi mulai berasimilasi dengan kelompok masyarakat di mana mereka tinggal. Mayoritas orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah ‘kelompok agamis’ dan bukan sebagai sebuah ‘ras’ atau ‘bangsa’. Mereka menganggap diri mereka sebagai masyarakat atau orang ‘Jerman Yahudi’, ‘Inggris Yahudi, atau ‘Amerika Yahudi’.

Namun, sebagaimana kita pahami, rasisme bangkit di abad ke-19. Gagasan rasis, terutama akibat pengaruh teori evolusi Darwin, tumbuh sangat subur dan mendapatkan banyak pendukung di kalangan masyarakat Barat. Zionisme muncul akibat pengaruh kuat badai rasisme yang melanda sejumlah kalangan masyarakat Yahudi.

Kalangan Yahudi yang menyebarluaskan gagasan Zionisme adalah mereka yang memiliki keyakinan agama sangat lemah. Mereka melihat “Yahudi” sebagai nama sebuah ras, dan bukan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu keyakinan agama.
Mereka mengemukakan bahwa Yahudi adalah ras tersendiri yang terpisah dari bangsa-bangsa Eropa, sehingga mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan oleh karenanya, mereka perlu mendirikan tanah air mereka sendiri. Orang-orang ini tidak mendasarkan diri pada
pemikiran agama ketika memutuskan wilayah mana yang akan digunakan untuk mendirikan negara tersebut. Theodor Herzl, bapak pendiri Zionisme, pernah mengusulkan Uganda, dan rencananya ini dikenal dengan nama ‘Uganda Plan’. Kaum Zionis kemudian menjatuhkan pilihan mereka pada Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai ‘tanah air bersejarah bangsa Yahudi’, dan bukan karena nilai relijius wilayah tersebut bagi mereka.

Para pengikut Zionis berusaha keras untuk menjadikan orang-orang Yahudi lain mau menerima gagasan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama mereka ini. Organisasi Yahudi Dunia, yang didirikan untuk melakukan propaganda masal, melakukan kegiatannya di negara-negara di mana terdapat masyarakat Yahudi. Mereka mulai menyebarkan gagasan bahwa orang-orang Yahudi tidak dapat hidup secara damai dengan bangsa-bangsa lain dan bahwa mereka adalah suatu ‘ras’ tersendiri; dan dengan alasan ini mereka harus pindah dan bermukim di Palestina. Sejumlah besar masyarakat Yahudi saat itu mengabaikan seruan ini.

Dengan demikian, Zionisme telah memasuki ajang politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang meyakini bahwa masyarakat Yahudi tidak seharusnya hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Di satu sisi, gagasan keliru ini memunculkan beragam masalah serius dan tekanan terhadap masyarakat Yahudi yang hidupnya tersebar di seluruh dunia. Di sisi lain, bagi masyarakat Muslim di Timur Tengah, hal ini memunculkan kebijakan penjajahan dan pencaplokan wilayah oleh Israel, pertumpahan darah, kematian, kemiskinan dan teror.

Banyak kalangan Yahudi saat ini yang mengecam ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah seorang tokoh agamawan Yahudi terkemuka, mengatakan:
‘Zionisme berkeinginan untuk mendefinisikan masyarakat Yahudi sebagai sebuah bangsa .... ini adalah sesuatu yang menyimpang (dari ajaran agama)’. (Washington Post, 3 Oktober 1978)
Seorang pemikir terkemuka, Roger Garaudy, menulis tentang masalah ini:
Musuh terbesar bagi agama Yahudi adalah cara berpikir nasionalis, rasis dan kolonialis dari Zionisme, yang lahir di tengah-tengah (kebangkitan) nasionalisme, rasisme dan kolonialisme Eropa abad ke-19. Cara berpikir ini, yang mengilhami semua kolonialisme Barat dan semua peperangannya melawan nasionalisme lain, adalah cara berpikir bunuh diri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada perdamaian di Timur Tengah kecuali jika Israel telah mengalami “de-Zionisasi” dan kembali pada agama Ibrahim, yang merupakan warisan spiritual, persaudaraan dan milik bersama dari tiga agama wahyu: Yahudi, Nasrani dan Islam. (Roger Garaudy, "Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger Garaudy", Samizdat, Juni 1996)
Dengan alasan ini, kita hendaknya membedakan Yahudi dengan Zionisme. Tidak setiap orang Yahudi di dunia ini adalah seorang Zionis. Kaum Zionis tulen adalah minoritas di dunia Yahudi. Selain itu, terdapat sejumlah besar orang Yahudi yang menentang tindakan kriminal Zionisme yang melanggar norma kemanusiaan. Mereka menginginkan Israel menarik diri secara serentak dari semua wilayah yang didudukinya, dan mengatakan bahwa Israel harus menjadi sebuah negara bebas di mana semua ras dan masyarakat dapat hidup bersama dan mendapatkan perlakuan yang sama, dan bukan sebagai ‘negara Yahudi’ rasis.

Kaum Muslimin telah bersikap benar dalam menentang Israel dan Zionisme. Tapi, mereka juga harus memahami dan ingat bahwa permasalahan utama bukanlah terletak pada orang Yahudi, tapi pada Zionisme.

Di Indonesia, Lagu-lagu Melawan Terorisme

Di Indonesia, Lagu-lagu Melawan Terorisme

Oleh Kyai Haji Abdurrahman Wahid dan C. Holland Taylor
Jum'at,7 Oktober 2005

Bom-bom bunuh diri di Pulau Bali tampak telah dilakukan oleh pemuda Muslim Indonesia yang diindoktrinasi dalam sebuah ideologi kebencian. Sekali lagi kultus mati membuktikan kemampuannya merekrut kaum fanatik yang tersesat dan menghasut mereka mengkhianati ajaran Islam yang sangat sakral atas nama Allan sendiri. Satu-satunya cara memutus lingkaran yang sangat berbahaya ini adalah dengan mendiskreditkan ideologi palsu yang melandasi dan memotivasi tindakan-tindakan brutal terorisme tersebut.

Salah seorang dari kami, Abdurrahman Wahid, adalah [mantan] presiden Indonesia ketika kekerasan tragis melanda daerah timur Ambon dan Maluku enam tahun lalu. Sebuah perselisihan yang tampak sepele antara seorang pengemudi bus beragama Kristen dan seorang penumpang Muslim pada awal 1999 tiba-tiba menyebabkan perang religius berdarah yang akhirnya merenggut 10.000 jiwa dan mengusir setengah juta Kristen dan juga Muslim dari rumah-rumah mereka. Kaum radikal dari seluruh Indonesia berkumpul untuk melancarkan jihad kepada umat Kristen, didukung oleh para jenderal Islam yang kuat dan banyak uang.

Kelompok terbesar seperti itu adalah Laskar Jihad (“Warriors of Jihad”), dipimpin oleh seorang Indonesia keturunan Arab, yang nenek moyangnya berasal dari propinsi yang sama dengan leluhur Osama bin Laden, Yaman. Jaffar Umar Thalib adalah veteran jihad Afghan dang mengenal Bin Laden secara pribadi. Didukung oleh para jenderal sangar yang dekat dengan rejim Suharto yang kejam, Thalib menyerukan ajakan jihad, dan ribuan pemuda Muslim berkumpul di bawah panji hijaunya untuk membantai umat Kristen Indonesia atas nama Tuhan.

Menikmati dukungan rahasia yang kuat demikian, Laskar Jihad benar-benar mendirikan sebuah kamp latihan militer tak kurang dari 60 mil dari ibu kota, Jakarta. Ketika polisi menggerebek kamp itu, Thalib dengan tepat menyatakan bahwa Laskar Jihad akan berlayar ke Ambon dan melancarkan jihad di sana. Saya (Wahid) memerintahkan para jenderal militer di Jawa Timur untuk mencegah mereka berlayar dan memerintahkan angkatan laut menghentikan mereka jika mereka berlayar. Saya juga memerintahkan Gubernur Jawa Timur menjaga pelabuhan dan mencegah Laskar Jihad merapat. Tapi perintah presiden ini diabaikan oleh militer yang menolak menerima kontrol sipil di Indonesia yang baru demokratis. Sebuah persekutuan tak suci para jihadis fundamentalis, para jenderal Islamis dan orang-orang yang dekat dengan keluarga Suharto memastikan bahwa ribuan Laskar Jihad menyerbu Ambon dan Maluku.

Begitu di sana, mereka menyebar di komunitas-komunitas Muslim dan melancarkan serangan yang mematikan kepada area-area Kristen yang bertetangga, membakar dan menodai banyak gereja; menghancurkan rumah-rumah; dan membantai ribuan laki-laki, wanita, dan anak-anak.

Semua orang Indonesia tahu apa yang terjadi. Itu merupakan berita siang malam. Laskar Jihad menjadi sebuah simbol dan tipikal untuk penderitaan yang ditimpakan pada daerah itu. Tujuan para pendukung rahasia Laskar Jihad – dan mereka yang di parlemen sendiri – adalah untuk menciptakan kekacauan dan hambatan reformasi yang mati-matian dibutuhkan agar terjadi dalam pemerintahan Indonesia. Mereka berhasil; proses reformasi terkubur.

Kemudian tiba bom bali pertama pada tahun 2002, dengan kaum radikal yang menghanguskan sebuah klub turis yang populer dan lebih 200 orang, kebanyakan turis asing. Sekalipun serangan itu pekerjaan kelompok ekstremis lain, Jamaah Islamiah, jelaslah bahwa militer – sekarang di tangan para jenderal “merah,” atau nasionalis, yang bersekutu dengan pengganti saya, Megawati Sukarnoputri – akan meruntuhkan semua kelompok ekstremis yang aktif. Segera setelah itu, Thalib menyatakan bahwa Laskar Jihad telah mencapai tujuannya, dan dia memanggil para petarungnya pulang ke Jawa. Ribuan petarung kembali ke kota-kota dan kampung-kampung Jawa menungu pangilan selanjutnya.

Salah seorang yang menyaksikan tragedi yang merata ini adalah seorang pemuda cerdas bernama Ahmad Dhani. Pemimpin rock band yang sangat populer Dewa, Dhani mulai menggunakan platform musiknya untuk mempengaruhi jutaan penggemarnya di Indonesia, Singapura, dan Malaysia untuk menolak gelombang ekstremisme religius.

Dalam merespon kekejaman Laskar Jihad, dan untuk mendiskreditkan seruan ideologi fundamentalis, Dhani menggubah album paling laris berjudul “Laskar Cinta” (“Warriors of Love”). Dirilis pada Nopember 2004, dengan cepat ia melesat ke puncak tangga lagu saat jutaan pemuda Indonesia menyambut pesan cinta, damai, dan toleransinya.

Ahmad Dhani dan para anggota Dewa lainnya memberi pemuda Indonesia sebuah pilihan tegas, dan mudah bagi mayoritas terbesar untuk memilih: Apakah kamu ingin mengikuti laskar jihad, atau laskar cinta? Sebagai respon, sejumlah besar kelompok radikal telah menuduh Dhani – yang merupakan sufi taat, atau Muslim berkecenderungan-tasawuf – sebagai kafir, seorang yang murtad (kata-kata yang menghasut tindak-kekerasan) dan agen Zionis. Mereka telah memaksanya ke pengadilan dengan tuduhan menodai Islam dan berusaha melarang penggunaan musiknya untuk mempromosikan sebuah interpretasi Islam yang bersifat spiritual dan progresif yang mengancam seruan ekstremisme mereka sendiri yang diilhami-Wahhabi.

Alih-alih diintimidasi, baru-baru ini Dhani malah mengumumkan rencananya ke pers Indonesia untuk meluncurkan “bom cerdas ideologis” lain – dalam bentuk sebuah lagu yang menggunakan nada wahyu dari al-Qur'an yang memnyatakan: "Kebenaran berdiam dalam hati mereka yang cinta dan tanpa kebencian; hati mereka yang benci… dikuasai oleh setan.”

Ahmad Dhani dan kelompoknya berada di garda depan konflik global, yang membela Islam dari para pembajaknya yang fanatik. Dalam sebuah dunia yang kerap sangat sering dicabik oleh kebencian dan kekerasan yang dilakukan atas nama agama, mereka berusaha menyelamatkan seluruh generasi dari para ekstremis yang didanai-Wahhabi yang tujuannya adalah untuk mengubah pemuda Muslim menjadi laskar jihad dan pembom bunuh diri. Bagi setiap pemuda Indonesia yang tergoda oleh ideologi kebencian dan fanatisme – termasuk mereka yang bertanggung jawab atas serangan-serangan terkini, sangat menyedihkan di Bali – tak terhitung yang menyaksikan kebohongan dan kebencian melalui website para ekstremis, tak sedikit berkat keberanian visioner orang-orang seperti Ahmad Dhani. Karena saat mereka mendengarkan musik Dewa, hati jutaan pemuda Indonesia telah diilhami untuk menyatakan: “Tidak pada laskar jihad! Ya pada laskar cinta!”[]

Kyai Haji Abdurrahman Wahid adalah mantan presiden Indonesia. Sejak tahun 1984-1999 dia memimpin Nahdlatul Ulama, organisasi Muslim terbesar di dunia, dengan hampir 40 juta anggota. C. Holland Taylor adalah Ketua dan CEO Libforall Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang bekerja untuk mereduksi ekstremisme religius dan mendiskreditkan pengunaan terorisme. Dhani bekerja pada dewan pengurus LibForAll.

URL untuk artikel ini:
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/con...01559.html

Rocker Muslim Ini Menyampaikan Dakwah Toleransi Melalui Hentakan Drum

Rocker Muslim Ini Menyampaikan Dakwah Toleransi Melalui Hentakan Drum
Tuesday, September 9th, 2008

Oleh Mary Kissel
15 Agustus 2006
Jakarta, Indonesia

"Mengapa saya memilih beat Arab? Karena Muslim pikir ia lagu Muslim. Itu bukan! Itu lagu universal."

Demikian jelas Dhani yang bergaya rambut-poni, berawajah imut, pendiri salah satu band rock ‘n’ roll paling populer di Indonesia, Dewa, pada suatu sore baru-baru ini di sini. Sambil meluncurkan sebuah lagu yang mengejutkan dari album terakhir grup itu, "Republik Cinta," Dhani menjelaskan bagaimana keyakinannya, tasawuf — suatu bentuk Islam mistik, toleran — mengilhami musiknya. Di balik penampilan-penampilannya, Dhani, yang seperti kebanyakan orang Indonesia hanya disebut dengan satu nama, adalah mahabintang rock yang sangat berbeda. Dia sedang mempromosikan Islam moderat — secara vokal — di sebuah negeri sangat penting dalam perang melawan teror.

Merebah ke sandaran kursi minivannya saat Dhani melepas lelah begitu saja, saya berusaha menuliskan kata-katanya dengan cepat, bersusah payah mendengarkan saat hentakan bass membentur kursi. "Wahai jiwa yang tenang!" ("O serene soul!"), menyentak pembukaan riff dari lagu pertama, "Laskar Cinta," dengan sebuah hentakan hiruk-pikuk drum mengiringinya. Judul lagu itu di Indonesia, "Laskar Cinta," merupakan sebuah permainan pada "Laskar Jihad" ("Warriors of Holy War"), kelompok teroris yang terkait dengan al-Qaeda, tumbuh di Indonesia. Tapi lagu itu tidak jauh berbeda dari apa yang mereka dakwahkan; Dhani menyanyikan kebebasan religius, menjalin rujukan ayat-ayat al-Qurani yang bisa dengan mudah dikenali oleh para pendengar utama Dhani di Indonesia, negeri Muslim terbesar dunia, dan tetangga Malaysia.

Itu merupakan strategi yang disadari sepenuhnya; orang yang sinis bahkan bisa salah paham dan menilainya sebagai permainan pasar. Dhani menjelaskan bahwa dia menyajikan pesan toleransi dan damai di samping hentakan musik rock Barat, kuat dan berjingkrak, diselang-seling dengan ritme Arab. Tipe-tipe Barat-minded dan bahkan Muslim yang sudah mengalami radikalisasi membeli albumnya — dan, satu harapan, visi tolerannya, juga. Sejauh ini, cukup bagus: Album baru grup itu terjual satu juta kopi di pasar legal di Indonesia saja; perkiraan versi bajakannya terjual tiga atau empat kali jumlah aslinya. Lagu single album tersebut baru-baru ini menempati tangga no.1 di Indonesia selama tiga minggu, berlangsung sejak akhir Desember hingga Januari, dan videonya bertengger di puncak tangga sepuluh terbaik MTV. EMI berencana segera merilis versi berbahasa-Inggris musik Dewa ke pasar-pasar asing.

Itu sangat cerdas, dan sangat tepat; memang, beberapa track Dewa bisa dengan mudah disalahpahami berasal dari sebuah band pop Saudi Arabia — yang salah seorang anggotanya telah mendengarkan Queen dan rock klasik saat kanak-kanak. Tapi ketika syair terakhir "Laskar Cinta" memenuhi mobil itu, ia menggemakan ayat suci ini: "Wahai umat manusia! Kami ciptakan kamu dari satu jiwa, laki-laki dan wanita, dan membuatmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kamu bisa saling mengenal, dan tidak saling bermusuhan." Sebaris yang lebih mengesankan dibandingkan "Bohemian Rhapsody," dan dengan pasti bukan apa yang kelompok garis keras ajarkan kepada Dhani di sekolah mereka.

Dhani, 34, mungkin merupakan seorang yang menggoda orang lain demi perdamaian. Kakeknya telah berpartisipasi dalam gerakan gerilya Darul Islam, yang di antara anggotanya termasuk di antara pemimpin kelompok teroris yang merencanakan bom-bom Bali beberapa tahun yang lalu. Ayah Dhani, Eddy mengikuti jejak langkah kakeknya, terhitung menonjol dalam sebuah organisasi yang tunduk pada dakwah ajaran Wahhabi. Ibu Dhani kelahiran-Indonesia, Joyce, terbukti seorang yang mempengaruhi lebih moderat — dia seorang Katolik Roma yang masuk Islam ketika menikah. (Tapi "dia belajar Islam dariku, bukan dari ayahku," ucap Dhani dengan tenang.)

Ketika kanak-anak, Dhani mengikuti sekolah Wahhabi. (Wahhabisme, sekte Muslim terkemuka di negara-negara Arab seperti Saudi Arabia, mempromosikan ketundukan kaku; Tasawuf secara historis adalah dominan di Indonesia, di kalangan Muslim). Tapi pesan Wahhabi tidak bertahan dengan Dhani: Dalam usia belasan, anak muda itu memberontak keluar dari sekolah menengah dan memulai Dewa, juga pernah disebut Dewa 19, sebuah rujukan pada perubahan personal ketika anggota band itu berusia 19 tahun. Nama itu, sebuah akronim nama-nama para pendiri, yang secara ironik bermakna "Tuhan" dalam bahasa Sanskerta. Lagu-lagu yang menyenangkan dari grup itu segera populer; sekarang di Indonesia, Dhani adalah mahabintang setara dengan Bon Jovi atau Bono.

Namun pesan Dhani secara rasional lebih kuat — dan lebih bermakna — dibandingkan pesan lagu-lagu para rocker Barat. Sejak jatuhnya rejim otokratis Suharto pada tahun 1998 dan terbitnya demokrasi, dukungan untuk partai-partai politik garis keras di Indonesia sudah tumbuh. Sementara kelompok-kelompok seperti itu sama sekali tidak didukung oleh mayoritas, kebanyakan Jawa yang moderat, peristiwa-peristiwa terbaru — seperti seruan publik untuk menetapkan syari’ah, atau hukum Islam, proses pengadilan editor Playboy edisi Indonesia, dan demonstrasi-demonstrasi anti-Wahhabi yang berbahaya — menunjukkan pertumbuhan pengaruh Wahhabi di kepulauan itu, seperti menjamurnya pemakaian jilbab oleh para wanita di ibukota Jakarta.

Dhani telah merespon tidak hanya melalui musiknya, tapi dengan mengikuti sebuah kelompok religius moderat kecil — tapi sedang tumbuh — yang sedang mencoba mendidik rakyat Indonesia tentang bentuk-bentuk Islam toleran. Diorganisasi oleh LibForAll, sebuah yayasan kecil AS. yang berkedudukan di Winston-Salem, N.C., para anggotanya termasuk mantan presiden Indonesia Presiden Abdurrahman Wahid, seorang pemimpin besar sufi; Abdul Munir Mulkhan, seorang mantan anggota pengurus Muhammadiyah yang terkemuka, salah satu organisasi Muslim terbesar di dunia; dan Azyumardi Azra, seorang intelektual Islam yang berani, di antara yang lain.

Ada banyak resiko bagi orang-orang religius moderat yang vokal seperti orang-orang yang berafiliasi dengan LibForAll. Tahun lalu, setelah Dewa merilis sebuah album yang menampilkan kata untuk "Allah" dalam tulisan Arab pada cover albumnya, Dhani telah dicap sebagai murtad. Khawatir atas keselamatan istrinya, Maia, dan ketiga anaknya, Dhani memindahkan mereka ke sebuah hotel. Hanya ketika Abdurrahman Wahid melakukan konferensi pers yang mendukung bintang rock itu bahwa Dhani merasa cukup aman untuk membawa pulang keluarganya.

Dhani tampak tidak gentar dengan misinya. Ketika saya bertanya tentang itu, dia tertawa, menuturkan keyakinannya (anak-anaknya dinamai dengan nama-nama para wali sufi), dan menghidupkan tape stereo mobilnya.

Saat kami merayap karena kemacetan lalu lintas, salah seorang rekan Dhani mengingatkan saya bahwa Dhani bukanlah yang pertama punya panggilan ini. Dalam sebuah jaringan historis yang sama, penyelamat dan penasehat Dhani, Gus Dur, adalah seorang keturunan langsung Syeikh Siti Jenar, seorang wali sufi abad ke-16 yang juga menyebarkan dakwah toleransi di hadapan kelompok militan di Jawa. Dia telah dieksekusi karena keyakinannya, dan legenda menuturkan bahwa darahnya menyembur menjadi tulisan "Allah adalah indah!" di pasir saat dia wafat. Belakangan dia dimuliakan sebagai wali Allah yang sebenarnya. Dalam catatan untuk albumnya yang terakhir, Dhani berterima kasih kepada Syekh Lemah Abang ("Syeikh Tanah Merah") — sebuah rujukan kepada kota tempat Siti Jenar pernah tinggal.

Dhani tertawa lagi ketika saya bertanya apakah cerita kematian Siti Jenar memang benar, dan apakah dia dibandingkan dengan wali. Dia mengangguk, dan tersenyum. Dan kemudian dia menghidupkan musik lagi.[]
Kissel adalah editor halaman editorial The Wall Street Journal Asia’.

URL untuk artikel ini:
http://online.wsj.com/article/SB11555956…al_journal

Laskar Cinta!!! Sebuah Kemungkinan Menangnya Islam Moderat

Laskar Cinta
Sebuah Kemungkinan Menang Islam Moderat
oleh Daveed Gartenstein-Ross
15/11/2006 12:00:00 AM

SEORANG BINTANG ROCK AKAN MENJADI satu orang terakhir yang bisa berharap memberi pidato pada sebuah konferensi utama kebijakan pertahanan. Namun the National Homeland Defense Foundation Symposium, yang dilaksanakan pada 3 October di Colorado Springs, menyambut tamu itu: Ahmad Dhani tiga puluh empat tahun.

Dhani bukanlah semacam super bintang di negerinya Indonesia, tempat dia berhasil menjual dengan luar biasa laris bersama Dewa 19 bandnya, dan tempat musiknya telah menentukan generasi muda Indonesia. Kerap dibandingkan dengan pemimpin U2 Bono, Dhani dan musik bandnya membawa perubahan politik dua tahun yang lalu. Sejak diktator Suharto lengser dari kekuasaan pada tahun 1998, negeri itu terlibat dalam sebuah "perang kultur" yang sengit: gerakan-gerakan politik Islam telah bisa beroperasi dengan lebih bebas, dan kelompok-kelompok ekstremis seperti Hizbu-Tahrir dan Fron Pembela Islam (FPI) memaksakan penerimaan hukum sharia. Indonesia telah dikacaukan oleh serangan teror besar di Jakarta dan Bali, dan oleh kekerasan religius dan komunal, seperti misalnya benturan antara Muslim dan Kristen pada awal 1999. Dhani dan grupnya, seperti beberapa urban, telah khawatir dengan perkembangan-perkembangan ini. Mereka memutuskan menggunakan musiknya untuk merespon ideologi yang penuh dengan kebencian yang telah menggoda begitu banyak pemuda Indonesia.

Salah satu kelompok terbesar yang bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan pada tahun 1999 adalah Laskar Jihad ("Warriors of Jihad"), sebuah milisi keras yang dipimpin oleh Jakfar Umar Thalib, seorang veteran jihad Afghan yang mengaku telah bertemu dengan Osama bin Laden. Ketika sebuah perselisihan antara seorang sopir bus yang beragama Kristen dengan seorang penumpang Muslim yang menolak membayar karcis meningkat menjadi kekerasan komunal di kepulauan Maluku pada Januari 1999, milisi Thalib memberangkatkan ribuan pejuang ke daerah tersebut menggunakan perahu untuk "melancarkan jihad." Konflik itu berlangsung tiga tahun; diperkirakan 10,000 orang tewas di pihak penduduk Ambon saja, dan sekitar setengah juta terusir dari rumah mereka. Karena peran utamanya dalam krisis tersebut, Laskar Jihad menjadi, menurut mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid dan C. Holland Taylor, "sebuah simbol dan tipikal bagi penderitaan yang ditimpakan ke daerah tersebut." Maka tepatlah, memasuki keterlibatan politis, Dhani merujuk pada kelompok radikal itu dalam judul album Nopember 2004 Dewa. Ia berjudul Laskar Cinta, Warriors of Love.

Album Laskar Cinta telah didesain untuk memberi para pemuda Indonesia dengan sebuah pilihan antara mengikuti laskar jihad dan mengikuti laskar cinta Dhani. Terjual ratusan ribu kopi dan menjadi asupan bagi Fron Pembela Islam, kelompok radikal yang sangat vokal di Indonesia dewasa ini, yang telah menuduh Dhani murtad dan agen Zionis. Serangan-serangan ini tampak telah padam, bagaimanapun. Nick Grace, seorang komentator politik berbahasa Indonesia berkantor pusat di Washington, D.C., mengatakan bahwa serangan-serangan kepada Dhani dan desakan untuk menyeret Dhani ke pengadilan dengan menuduhnya menodai Islam hanya membuatnya semakin menonjol. Pesan Dhani bersanding dengan perilaku kelompok-kelompok radikal pada program televisi hiburan dan gosip.

Tahun ini, Dhani menyusuli usahanya tahun 2004 dengan sebuah album baru, Republik Cinta ("Republic of Love"). Salah satu lagu dalam album tersebut berjudul Laskar Cinta. Sekalipun beberapa pendengar mungkin bingung bahwa lagu tersebut menyandang judul yang sama seperti album Dewa sebelumnya, Dhani menuturi Rolling Stone edisi Indonesia bahwa ini bukan hal yang tidak lumrah. Dengan bangga dia mengemukakan bahwa band favoritnya, Queen, juga pernah berbuat demikian.

Laskar Cinta merupakan sebuah lagu inovatif, didesain sebagai sebuah "fatwa musikal" melawan ekstremisme. Liriknya merefleksikan keyakinan tasawuf Dhani: lirik-lirik itu diilhami oleh al-Qur'an dan ahadith (sabda Nabi Muhammad saw.) dengan maksud menunjukkan kesalahan ideologi kebencian yang mengilhami kaum radikal. Bahkan ada sebuah versi on-line lagu tersebut yang diberi anotasi yang membuat inspirasi teologis di balik ayat-ayat yang eksplisit. Dan ia mendapat pendengar: Laskar Cinta menjadi lagu no. 1 di Indonesia segera setelah dirilis, sementara video musiknya melesat ke tangga nomor satu pada program MTV Asia popular berbahasa Indonesia dan Malaysia Ampuh.

DHANI ADALAH SEORANG YANG MUNGKIN muncul sebagai tokoh kultural yang menyuarakan visi agama Islam yang damai secara lantang dan terbuka. Sebuah profile Wall Street Journal tentang Dhani diterbitkan pada pertengahan Agustus mencatat bahwa kakeknya "terlibat dalam gerakan gerilyawan Darul Islam, yang di antara para anggotanya tercatat pemimpin kelompok teroris yang mengatur pemboman Bali beberapa tahun yang lalu. Ayah Dhani, Eddy, mengikuti jejak ayahnya, tokoh yang menonjol dalam sebuah organisasi yang menyebarkan ajaran Wahhabi."

Dalam sebuah interview yang dilakukan untuk artikel ini, Dhani melukiskan ayahnya sebagai "seorang fundamentalis Muslim," dan mengatakan bahwa ini membuatnya menyekolahkan Dhani ke seolah Wahhabi "karena dia ingin anaknya punya perspektif pengaruh Wahhabi." Dhani mengikuti sekolah ini selama enam tahun. Meski ada ketakutan di rumah dan di sekolah, Dhani mulai bermain musik ketika dia telah berusia enam tahun. Banyak sekolah pemikiran Islam konservatif menganggap musik haram, atau dilarang oleh hukum Islami, dan Dhani menuturkan bahwa dia telah menerima ajaran-ajaran ini. Dia sangat sadar, meski demikian, bahwa dia tidak pernah diberitahu bahwa bermain musik adalah sebuah kejahatan, haram.

Dhani merasa ditakdirkan untuk bermain musik. Joyce ibunya, seorang Katolik Roma yang masuk Islam, adalah seorang musikus dan memperkenalkannya dengan musik sejak belia. Dhani menyatakan bahwa musik adalah satu hal yang secara konsisten telah memberinya kesenangan: "Musik adalah satu-satunya yang membuat saya senang. Saya tidak suka melakukan apa pun selain musik. Saya tidak suka mengendarai motor atau sepeda pancal; saya tidak suka apa pun selain musik." Begitulah Dhani mengikuti band pertamanya tahun 1987, ketika dia masih belasan.

Namun bahkan sebagai seorang musikus--dan bahkan setelah menjadi seorang superstar di Indonesia--Dhani melukiskan dirinya sebagai terus menganut pandangan yang sangat tidak toleran. Dia memilih partai politik Islam konservatif ketika punya hak suara, dan tidak menyukai mereka yang tidak memilih partai yang sama. Dia sebenarnya melukiskan dirinya sebagai "seorang embrio Muslim radikal" selama periode ini.

Ketika Dhani berada dalam usia pertengahan dua puluhan, bagaimanapun, pandangannnya mulai berubah. Sebuah faktor uatama dalam transformasinya adalah penjelajahannya ke dunia tasawuf. Sekalipun tasawuf tidak dikenal secara universal untuk kedamaian, ia kerap dilukiskan dalam hal-hal yang Dhani gunakan untuk itu: "Tasawuf adalah dimensi batin, spiritual Islam yang fokus bukan pada apa yang memisahkan orang-orang dari yang lain atau Allah; tetapi lebih pada apa yang menyatukan kita. Tasawuf mengajari Muslim untuk mencintai dan menghormati semua makhluk Allah, dan bahkan dengan jelas tidak menyakiti siapa pun."

Adalah perubahan dari pandangan fundamentalis menuju pandangan sufi yang telah membuat Dhani lebih toleran terhadap perbedaan religius dan kultural--dan, akhirnya, perubahan pandangan ini mengubahnya menjadi seorang laskar kultural yang bertempur melawan kebencian dan ekstremisme.

DHANI BUKANLAH SATU-SATUNYA TOKOH dalam industri entertainmen Indonesia yang mengambil sikap melawan sentimen ekstremis yang sedang tumbuh di negeri itu. Orang Indonesia lain yang mengambil sikap demikian pula adalah direktur film Joko Anwar, yang baru-baru ini mengerjakan sebuah film berjudul Dead Time, yang bermaksud mengkritik secara halus usaha-usaha untuk menegakkan hukum sharia. Anwar juga telah menantang beberapa kebiasaan koservatif Indonesia sebagai seorang screenwriter untuk komedi tahun 2003 Arisan!, yang menyapu penghargaan film nasional dan internasional dan dengan cepat menempati rating-tertinggi sitcom TV Indonesia. Saat belajar bahwa larangan ciuman di layar diIndonesia hanya berlaku antara laki-laki dan wanita, Anwar menyusun-ulang script untuk menyoroti film itu jadi menyerupai protagonis gay. Akibatnya, tampilan ciuman sesama jenis menjadi sebuah sensasi nasional, dengan para selebritis berolok-olok menyatakan mereka adalah gay sebagai sebuah pernyataan politik.

Dan sensasi tari "ngebor" Inul Daratista yang sugestif telah memperoleh larangan dari sejumlah kota yang didominasi kaum radikal dan kecaman oleh Majlis Ulama Indonesia. Dia secara terbuka telah mendukung partai politik yang liberal.

Tapi tidak seperti Anwar dan Daratista, pesan Dhani secara eksplisit bersifat religius. Ini terpantul tidak hanya dalam musiknya, tapi juga dalam pernyataan-pernyataan publiknya. Ditanya pada konferensi kebijakan pertahanan tentang apa yang bisa dilakukan untuk menjembatani kesenjangan antara Islam dan Barat, Dhani menjawab bahwa orang di Barat perlu menghormati Islam: bukan menghormati Islam radikal atau ideologi al-Qaeda, tapi menghormati agama itu sendiri. Dhani mengatakan bahwa bukan hanya menyuarakan hormat kepada Islam, tapi agar orang Barat harus benar-benar merasakan hormat ini dalam hati mereka karena bahasa cinta dan hormat itu akhirnya akan dikomunikasikan kembali dengan komunitas Muslim.

Al-Husein Madhany, editor eksekutif Islamica Magazine, mengatakan bahwa elemen religius pesan Dhani tidak boleh diabaikan. "Jika mainstream Muslim tidak terlibat dalam retorika religius," dia memperingatkan, "tidak ada jalan untuk melibatkan pemuda. Apa yang telah kita lihat adalah bahwa mereka yang berhasil dalam melibatkan pemuda dan sedang membuat argumen dengan retorika religius --dengan al-Qur'an, ahadith, dan para syeikh bekumpul mendukungnya-- adalah orang-orang yang memenangkan argumen."

Madhany mengatakan, fakta bahwa Dhani adalah seorang artis terbaik adalah juga penting. Dia menyatakan bahwa para artis adalah penting karena mereka melibatkan kultur lokal, dan juga melibatkan identitas pada beragam tingkatan. "Ketika Anda punya seorang artis yang berbuat demikian dan dia sedang menjual jutaan rekaman, kita perlu mencatatnya dan berusaha menirunya dalam konteks yang lain, termasuk di Amerika," Madhany mengatakan. "Adalah pemuda yang sedang tertarik pada ekstremisme, dan cara mereka tertarik kepadanya adalah melalui retorika religius. Kita perlu mewujudkan pertemuan kreatif untuk itu, dan saya pikir ini merupakan sebuah contoh bagus."

DHANI SUDAH DENGAN AKTIF mencoba melibatkan pemuda, dan menawari mereka sebuah alternatif religius pada ekstremisme. Dia telah mengungkapkan visinya untuk perubahan: "Harapanku adalah bahwa di masa depan, para penggemar Dewa--yang secara primer adalah pemuda dan belum terkontaminasi oleh ideologi dan intoleransi ekstremis--akan tumbuh lebih toleran dibandinkan generasi sekarang dan memutus lingkaran kebencian yang telah mulai melanda masyarakat kita."

Visi Dhani dengan jelas menandai inklusinya pada konferensi kebijakan pertahanan di Colorado Springs. Bagaimana mengembangkan sebuah Islam yang lebih moderat merupakan sebuah pertanyaan amat penting dalam perang melawan teror yang atasnya, saat ini, hanya ada sedikit jawaban yang meyakinkan. Pada akhir hari itu, musikus rock dari Indonesia itu mungkin punya lebih banyak kebijaksanaan untuk dibagikan dibandingkan kebanyakan pembicara yang lain.[]

Daveed Gartenstein-Ross adalah seorang konsultan senior untuk the Gerard Group International dan penulis buku yang akan segera terbit My Year Inside Radical Islam (Tarcher/Penguin).




10 Fakta Tentang indonesia

1. Tiga orang Presiden RI pertama memiliki bulan lahir yang sama, yaitu bulan juni. Bungkarno lahir 6 Juni 1901 (Bernama asli Kusno Sosrodihardjo). Pak Soeharto 8 Juni 1921. Sedangkan Pak Habibie 25 Juni 1936.








2. Istana Merdeka mulai dibangun pada tahun 1873 dan selesai pada tahun 1879. Istana tsb di rancang oleh arsitek Drossares dengan luas 6,8 hektar dan 16 jumlah anak tangga yg terdapat di bagian depan gedung.



3. Sebelum digunakan oleh pemerintah Indonesia, Istana Kepresidenan Bogor digunakan sbg rumah peristirahatn gubernur jenderal Belanda. Tercatat 44 orang gubernur jenderal Belanda pernah menjadi penghuni istana yang pada masa penjajahan bernama Istana bernama Istana Buitenzorg



4. Istana Kepresidenan Tampaksiring merupakan satu-satunya Istana RI yang dibangun setelah Indonesia Merdeka, tepatnya pada tahun 1957



5. WR. Soepratman, pencipta lagu kebangsaan wafat pada tgl 17 Agustus 1938. Tepat tujuh tahun sebelum proklamasi kemerdekaan RI dinyatakan



6. Lagu 'Indonesia Raya' di ciptakan pada tahun 1942 (ralat tahun 1924) dan dikumandangkan untuk pertama kalipada tanggal 28 Oktober 1928, tepatnya pada penutupan acara Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.

7. Mobil dinas Kepresidenan RI yang pertama adalah mobil Buick keluaran tahun 1939 yang digunakan Alm. Bung Karno. Sedangkan Alm. Bung Hatta menggunakan mobil dinas De Soto yang merupakan hadiah dari pengusaha sekaligus pamannya, Djohan Djohor. Kedua mobil ini dpt dilihat di Gedung Joang '45, Jakarta


Buick

De Soto

8. Republik Gabon di Afrika Barat memiliki tanggal kemerdekaan yang sama dengan RI. Bedanya, Gabon merdeka pada tahun 1960


9. Rupiah dinyatakan sebagai mata uang nasional RI pada rgl 2 November 1949.



10. 21 jumlah dentuman meriam yang dibunyikan untuk menyambut tamu negara yang merupakan kepala negara. Sedangkan untuk menyambut tamu negara yang merupakan kepala pemerintahan di bunyikan 19 kali dentuman meriam.

15 Fakta Indonesia Bukan Negara Miskin

Fakta seputaran krisis hasil googling di internet bahwa “the haves one” di indonesia itu masih konsumtif, adalah sebagai berikut:

Fakta Krisis 1 : Indonesia termasuk negara di dunia yang hingga kini telah menyerap ratusan ribu perangkat BlackBerry

Fakta Krisis 2 : Iphone 3G dibandrol dengan harga berkisar Rp 10 juta. Lebih dari 17 ribu orang telah mendaftar pre oder ke telkomsel Februari 2009

Fakta Krisis 3 : Bulan Januari 2009 lalu, Mercedes Benz mampu menjual 135 unit Mercedes Benz kelas mobil passenger.Target penjualan sebesar 2.040 unit tahun 2009

Fakta krisis 4 : Dari total 8.400 unit yang tersedia, permintaan apartemen mencapai 8.200 unit selama tahun 2008

Fakta krisis 5 : Hingga 2009, First Media menargetkan mampu menggaet sejuta pelanggan internet dan TV berlangganan. Bayaran bulannya kira kira 300 ribuan

Fakta krisis 6 : Komite BRTI Heru Sutadi “penurunan kualitas layanan dikarenakan pengguna datacard (IM2 Indosat) begitu cepat tumbuh dan diminati”

Fakta krisis 7 : Tahun 2008 TV LCD di Indonesia akan mencapai 415.000 unit naik sekitar 100% dibandingkan 2007. Harga/unit dimulai dari 5 s/d
100 juta rupiah

Fakta krisis 8 : Focus Realty, Michael J Supit “Yang banyak dicari sekarang adalah unit properti dengan harga tinggi sekitar Rp 4 miliar”

Fakta krisis 9 : Tiket pertunjukan musisi Jason Mraz untuk Jakarta International Java Jazz Festival 2009 pada Jumat, (6/3), dan Sabtu, (7/3), ludes.

Fakta Krisis 10 : Penjualan notebook diprediksi capai 100.000 unit tahun 2009

Fakta krisis 11 : Bank Mandiri mengajukan permintaan tambahan kuota untuk penjualan ORI seri 004. Jatah ORI Mandiri sebesar Rp 1,5 triliun telah ludes terjual

Fakta krisis 12 : Penjualan sukuk ritel berhasil menambah lebih dari 14 ribu investor baru. Jumlah nominal sukuk ritel yang diterbitkan mencapai Rp5,556 triliun.

Fakta krisis 13 : Ketua Umum Asosiasi Realestat Broker Indonesia (AREBI) Darmadi Dharmawangsa “Mereka (Singapura) memburu konsumen property dari Indonesia”

Fakta krisis 14 : Ketua Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia (APRDI) optimistis dana kelolaan industri reksadana tumbuh 15 s/d 20% dari tahun 2008 yaitu 74T

Fakta Krisis 15 : PT Logam Mulia, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk, mencatatkan pendapatan selama 2008 sebesar Rp2,9 triliun atau naik 2x dari tahun 2007











....................................ما شاء الله

KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)


Presiden Indonesia ke-4
Masa jabatan : 20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001
Wakil Presiden : Megawati Soekarnoputri
Pendahulu : Baharuddin Jusuf Habibie
Pengganti : Megawati Sukarnoputri
Lahir : 7 September 1940 Jombang, Indonesia
Meninggal : 30 Desember 2009 (umur 69)
Kebangsaan : Indonesia
Partai politik : PKB
Suami/Istri : Shinta Nuriyah
Anak : Alissa Qotrunnada,Zannuba Ariffah Chafsoh,
Anita Hayatunnufus,
Inayah Wulandari
Agama : Islam
Situs resmi : www.gusdur.net

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Kehidupan Awal

Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.

Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk". Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".

Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.

Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak. Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.[5]

Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.

Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.

Pendidikan di luar negeri

Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh Universitas bahwa ia harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid terpaksa mengambil kelas remedial.

Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton sepak bola. Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa. Ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas.

Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja, peristiwa Gerakan 30 September terjadi. Mayor Jendral Suharto menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan Komunis dilakukan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis laporan.

Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah G 30 S sangat mengganggu dirinya. Pada tahun 1966, ia diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar. Pendidikan prasarjana Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad. Wahid pindah ke Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970, Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui. Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971.

Karir awal

Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut Prisma dan Wahid menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor LP3ES, Wahid juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Pada saat itu, pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Wahid merasa prihatin dengan kondisi itu karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gus Dur juga prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Pada waktu yang sama ketika mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah, pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Wahid memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.

Abdurrahman Wahid meneruskan karirnya sebagai jurnalis, menulis untuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.

Meskipun memiliki karir yang sukses pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan pada bisnis Es Lilin istrinya. Pada tahun 1974, Wahid mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian, Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.

Pada tahun 1977, Wahid bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam. Sekali lagi, Wahid mengungguli pekerjaannya dan Universitas ingin agar Wahid mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi. Namun, kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas dan Wahid mendapat rintangan untuk mengajar subyek-subyek tersebut. Sementara menanggung semua beban tersebut, Wahid juga berpidato selama ramadhan di depan komunitas Muslim di Jombang.

Nahdlatul Ulama

Awal keterlibatan

Latar belakang keluarga Wahid segera berarti. Ia akan diminta untuk memainkan peran aktif dalam menjalankan NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Gus Dur dalam menjadi intelektual publik dan ia dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Wahid akhirnya bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga. Karena mengambil pekerjaan ini, Wahid juga memilih untuk pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap di sana. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama, Wahid memimpin dirinya sebagai reforman NU.

Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya. Pada pemilihan umum legislatif 1982, Wahid berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU. Wahid menyebut bahwa Pemerintah mengganggu kampanye PPP dengan menangkap orang seperti dirinya. Namun, Wahid selalu berhasil lepas karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti Jendral Benny Moerdani.

Mereformasi NU

Pada saat itu, banyak orang yang memandang NU sebagai organisasi dalam keadaan stagnasi/terhenti. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk Tim Tujuh (yang termasuk Wahid) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan keketuaan. Pada 2 Mei 1982, pejabat-pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan meminta agar ia mengundurkan diri. Idham, yang telah memandu NU pada era transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto awalnya melawan, tetapi akhirnya mundur karena tekanan. Pada 6 Mei 1982, Wahid mendengar pilihan Idham untuk mundur dan menemuinya, lalu ia berkata bahwa permintaan mundur tidak konstitusionil. Dengan himbauan Wahid, Idham membatalkan kemundurannya dan Wahid bersama dengan Tim Tujuh dapat menegosiasikan persetujuan antara Idham dan orang yang meminta kemundurannya.

Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Wahid menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut. Wahid berkonsultasi dengan bacaan seperti Quran dan Sunnah untuk pembenaran dan akhirnya, pada Oktober 1983, ia menyimpulkan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada terhambat dengan terlibat dalam politik.

Terpilih sebagai ketua dan masa jabatan pertama

Reformasi Wahid membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah Nasional 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasikan Wahid sebagai ketua baru NU. Wahid menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut. Namun demikian, persyaratannya untuk dapat memilih sendiri para pengurus di bawahnya tidak terpenuhi. Pada hari terakhir Munas, daftar anggota Wahid sedang dibahas persetujuannya oleh para pejabat tinggu NU termasuk Ketua PBNU sebelumnya, Idham Chalid. Wahid sebelumnya telah memberikan sebuah daftar kepada Panitia Munas yang sedianya akan diumumkan hari itu. Namun demikian, Panitia Munas, yang bertentangan dengan Idham, mengumumkan sebuah daftar yang sama sekali berbeda kepada para peserta Munas.

Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur indoktrinator Pancasila. Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Suharto. Ia kemudian menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim, Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia. Hal ini merenggangkan hubungan Wahid dengan pemerintah, namun saat itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.

Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular. Pada tahun 1987, Gus Dur juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan menyediakan interpretasi teks Muslim. Gus Dur pernah pula menghadapi kritik bahwa ia mengharapkan mengubah salam Muslim "assalamualaikum" menjadi salam sekular "selamat pagi".

Masa jabatan kedua dan melawan Orde Baru

Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua NU pada Musyawarah Nasional 1989. Pada saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka. Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati Muslim Intelektual. Organisasi ini didukung oleh Soeharto, diketuai oleh Baharuddin Jusuf Habibie dan di dalamnya terdapat intelektual Muslim seperti Amien Rais dan Nurcholish Madjid sebagai anggota. Pada tahun 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung. Gus Dur menolak karena ia mengira ICMI mendukung sektarianisme dan akan membuat Soeharto tetap kuat. Pada tahun 1991, Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum legislatif 1992.

Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran. Selama masa jabatan keduanya sebagai ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.

Masa jabatan ketiga dan menuju reformasi

Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi. Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto. Wahid menasehati Megawati untuk berhati-hati dan menolak dipilih sebagai Presiden untuk Sidang Umum MPR 1998. Megawati mengacuhkannya dan harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markas PDInya diambil alih oleh pendukung Ketua PDI yang didukung pemerintah, Soerjadi.

Melihat apa yang terjadi terhadap Megawati, Gus Dur berpikir bahwa pilihan terbaiknya sekarang adalah mundur secara politik dengan mendukung pemerintah. Pada November 1996, Wahid dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU dan beberapa bulan berikutnya diikuti dengan pertemuan dengan berbagai tokoh pemerintah yang pada tahun 1994 berusaha menghalangi pemilihan kembali Gus Dur. Pada saat yang sama, Gus Dur membiarkan pilihannya untuk melakukan reformasi tetap terbuka dan pada Desember 1996 bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.

Juli 1997 merupakan awal dari Krisis Finansial Asia. Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi tersebut. Gus Dur didorong untuk melakukan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun ia terkena stroke pada Januari 1998. Dari rumah sakit, Wahid melihat situasi terus memburuk dengan pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden dan protes mahasiswa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998 setelah penembakan enam mahasiswa di Universitas Trisakti. Pada tanggal 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim, dipanggil ke kediaman Soeharto. Soeharto memberikan konsep Komite Reformasi yang ia usulkan. Sembilan pemimpin tersebut menolak untuk bergabung dengan Komite Reformasi. Gus Dur memiliki pendirian yang lebih moderat dengan Soeharto dan meminta demonstran berhenti untuk melihat apakah Soeharto akan menepati janjinya.[31] Hal tersebut tidak disukai Amien, yang merupakan oposisi Soeharto yang paling kritis pada saat itu. Namun, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.

Reformasi

Pembentukan PKB dan Pernyataan Ciganjur

Salah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga pertai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.

Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.

Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR

Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden.Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.

Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.

Kepresidenan

1999

Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.

Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina.

Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat.[35] Beberapa menduga bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel.

Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.

2000

Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.

Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto.

Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat. Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.

Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.

Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti.

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.

Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.

Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.

Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.

Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.

2001 dan akhir kekuasaan

Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.

Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.

Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2009. Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri. Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.

Aktivitas setelah kepresidenan

Perpecahan pada tubuh PKB

Sebelum Sidang Khusus MPR, anggota PKB setuju untuk tidak hadir sebagai lambang solidaritas. Namun, Matori Abdul Djalil, ketua PKB, bersikeras hadir karena ia adalah Wakil Ketua MPR. Dengan posisinya sebagai Kepala Dewan Penasehat, Gus Dur menjatuhkan posisi Matori sebagai Ketua PKB pada tanggal 15 Agustus 2001 dan melarangnya ikut serta dalam aktivitas partai sebelum mencabut keanggotaan Matori pada bulan November. Pada tanggal 14 Januari 2002, Matori mengadakan Munas Khusus yang dihadiri oleh pendukungnya di PKB. Munas tersebut memilihnya kembali sebagai ketua PKB. Gus Dur membalasnya dengan mengadakan Munasnya sendiri pada tanggal 17 Januari, sehari setelah Munas Matori selesai Musyawarah Nasional memilih kembali Gus Dur sebagai Ketua Dewan Penasehat dan Alwi Shihab sebagai Ketua PKB. PKB Gus Dur lebih dikenal sebagai PKB Kuningan sementara PKB Matori dikenal sebagai PKB Batutulis.

Pemilihan umum 2004

Pada April 2004, PKB berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, memperoleh 10.6% suara. Untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004, dimana rakyat akan memilih secara langsung, PKB memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis sehingga Komisi Pemilihan Umum menolak memasukannya sebagai kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan dari Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Untuk pemilihan kedua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur menyatakan golput.

Oposisi terhadap pemerintahan SBY

Pada Agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama mengenai pencabutan subsidi BBM yang akan menyebabkan naiknya harga BBM.

Kehidupan pribadi

Wahid menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Yenny juga aktif berpolitik di Partai Kebangkitan Bangsa dan saat ini adalah direktur The Wahid Institute.

Wafat

Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali ia mengalami serangan strok. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya. Ia wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.47 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri. Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.

Penghargaan

Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership.

Wahid ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.

Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006. Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The Jakarta Post Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan Chandra Kirana. Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain. Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu. Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut. Sementara wartawan lain seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan The Jakarta Post membantah dan mempertanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang RUU APP dengan kebebasan pers.

Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM. Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru. Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.

Doktor kehormatan

Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lebaga pendidikan:

* Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)[72]
* Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
* Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Prancis (2000)
* Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
* Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
* Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
* Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
* Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
* Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
* Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)

Catatan kaki

1. ^ "Gus Dur Wafat", 30 Desember 2009. Diakses pada 30 Desember 2009.
2. ^ a b Latar belakang keluarga Gus Dur, GusDur.net
3. ^ Barton (2002), halaman 38-40.
4. ^ Jangan Malu Jadi Tionghoa, Gus Dur Mengaku Keturuan. Surya Online. Diakses pada 19 Juni
5. ^ a b c d Qurtuby, Sumanto Gus Dur, Tionghoa, Indonesia. Suara Merdeka. Diakses pada 19 Juni
6. ^ Barton (2002), halaman 49
7. ^ Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 92
8. ^ Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 88
9. ^ Barton (2002), halaman 88
10. ^ Barton (2002), halaman 89
11. ^ a b Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 99
12. ^ Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 102
13. ^ Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 111
14. ^ Barton, halaman 103
15. ^ Barton, halaman 108
16. ^ Barton (2002), halaman 112
17. ^ Barton (2002), halaman 133-134
18. ^ Barton (2002), halaman 136
19. ^ Barton, halaman 138
20. ^ Barton, halaman 143
21. ^ Barton (2002), halaman 153-154
22. ^ Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 188-189
23. ^ Barton, halaman 162
24. ^ Barton, halaman 165-166
25. ^ Barton (2002), Biografi Gus Dur, LKiS, halaman 189
26. ^ Barton (2002), halaman 183
27. ^ Barton, halaman 187
28. ^ Barton (2002), halaman 198
29. ^ Barton (2002), halaman 203
30. ^ Barton (2002), halaman 221-222
31. ^ Barton (2002), halaman 243
32. ^ Barton (2002), halaman 275
33. ^ Barton, halaman 281
34. ^ Conceicao, J.F. (2005). Indonesia's Six Years of Living Dangerously. Singapore: Horizon Books, 9. ISBN 981-05-2307-6.
35. ^ a b Barton, halaman 290
36. ^ Barton (2002), halaman 288-290
37. ^ Conceicao, J.F (2005). Indonesia's Six Years of Living Dangerously. Singapore: Horizon Books, 15. ISBN 981-05-2307-6.
38. ^ Barton, halaman 293
39. ^ Barton (2002), halaman 294, hal. 297-298, hal.308
40. ^ Conceicao, J.F (2005). Indonesia's Six Years of Living Dangerously. Singapore: Horizon Books, 18. ISBN 981-05-2307-6.
41. ^ Barton (2002), halaman 302
42. ^ Conceicao, J.F (2005). Indonesia's Six Years of Living Dangerously. Singapore: Horizon Books, 30-31. ISBN 981-05-2307-6.
43. ^ Dari Secangkir Kopi ke Hawa Nafsu. Kompas. Diakses pada 30 Desember 2006
44. ^ Wahid's Move on Trade Stirs Up Nationalism Among Muslims. New York Times. Diakses pada 25 Juni 2009
45. ^ Palestinian Ambassador Should Be Replaced. Jakarta Post. Diakses pada 25 Juni 2009
46. ^ Conceicao, J.F (2005). Indonesia's Six Years of Living Dangerously. Singapore: Horizon Books, 21. ISBN 981-05-2307-6.
47. ^ Barton (2002), halaman 306
48. ^ Barton (2002), halaman 304
49. ^ Barton (2002), halaman 320
50. ^ Barton (2002), halaman 340
51. ^ Barton (2002), halaman 345
52. ^ Chang, Yau Hoon How to be Chinese. Inside Indonesia. Diakses pada 31 Desember 2006
53. ^ Barton (2002), halaman 352
54. ^ Barton (2002), halaman 348
55. ^ Barton (2002), halaman 351-352
56. ^ 2 Pebruari 2001, "Yusril Ihza Minta Gus Dur Mundur", Gatra.com
57. ^ 17 Maret 2001, "Presiden: Dia Memenuhi Tiga Kriteria", Tempointeraktif.com
58. ^ 1 Juni 2001, "Gus Dur Copot Lima Anggota Kabinetnya", Gatra.com
59. ^ Barton (2002), halaman 363
60. ^ 23 Juli 2001, "MPR/DPR dan Golkar Dibekukan dan Pemilu Dipercepat", Tempointeraktif.com
61. ^ 23 Juli 2001, "Megawati Resmi Menjadi Presiden Indonesia", Tempointeraktif.com
62. ^ 27 Juli 2001, "Kepergian Abdurrahman Diiringi Massa Pendukung", Liputan6.com
63. ^ Tempointeraktif.com - Matori Dipecat dari PKB
64. ^ UTAMA
65. ^ Ninik Karmini. Former Indonesian president Wahid dies at 69. yahoonews dari AP edisi 30-12-2009.
66. ^ Syaiful Anri. Kesehatan Gus Dur Ambruk di Jombang. Liputan6 Online edisi 30-12-2009.
67. ^ http://www.rmaf.org.ph/Awardees/Citation/CitationWahidAbd.htm
68. ^ Gus Dur dan Gadis Arivia Raih Tasrif Award-AJI 2006, detik.com
69. ^ a b Tasrif Award Buat Gus Dur Menuai Protes. KapanLagi.com. Diakses pada 19 Juni
70. ^ a b c Gus Dur Raih Tiga Penghargaan Internasional. Okezone. Diakses pada 19 Juni
71. ^ Terima Penghargaan, Gus Dur Terbang ke AS. detik.com. Diakses pada 19 Juni
72. ^ a b c d e f Islam dan Demokrasi. Rijal Mumazziq Z. Surabaya Post. Diakses pada 22 November
73. ^ President Wahid van Indonesikrijgt eredoctoraat van de Universiteit Twente. Persberichten Universiteit Twente. Diakses pada 26 Januari
74. ^ Terima Doktor HC dari Universitas Israel. Suara Merdeka. Diakses pada 26 Juni

Daftar pustaka
* Barton, Greg (2002). Abdurrahman Wahid: Muslim Democrat, Indonesian President. Singapore: UNSW Press. ISBN 0-86840-405-5.
* Barton, Greg (2002). Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LKiS. ISBN 978-979-3381-25-1.

Pranala luar
Wikimedia Commons
Wikimedia Commons memiliki kategori mengenai Abdurrahman Wahid
Wikiquote-logo-en.svg
Wikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan:
Abdurrahman Wahid

* (id) (en) Situs web resmi Abdurrahman Wahid
* (id) (en) Institut Wahid
* (id) (en) Yayasan LibForAll
* (id) (en) Kepustakaan Presiden-presiden Republik Indonesia - Naskah pidato - Abdurrahman Wahid
* (id) Abdurrahman Wahid di TokohIndonesia.com