Minggu, 16 Oktober 2011

Menelusuri Klenteng Tri Dharma Kim Hin Kiong

#MentolBareng digagas si @avenzoar_ yang rencananya dimulai pukul 10 AM molor hingga pukul 11 AM gara-gara si do'i tersesat diantara kampung-kampung yang melintas dari Karang Turi sampai Semarangan. Itupun hanya diikuti 2 peserta lainnya, saya & @fiemailda. Sementara si @ryoretro & @chanchanty sedang berhalangan hadir.
Ternyata #MentolBareng hanyalah sebuah wacana, sebab di TKP kami hanya menyondok-nyodok rencana event 1st Anniversary @infoGRESIK "Blusukan Kota Tua" yang Insya Allah diselenggarakan tanggal 20 November 2011 mendatang.
Percakapan serius tapi santai pun dimulai.
Entah ada angin apa hingga kami pun berencana melanjutkan pertemuan ini untuk melakukan observasi 2 tempat yang rencananya menjadi rute Blusukan Kota Tua nanti.
Perjalanan kami dimulai dari Gedung DPRD Gresik. Dari hasil googling sampai sekarang saya belum menemukan sejarah Gedung ini.
Awal mulanya sih kami hanya mengambil gambar dari halaman luar. Namun seseorang menyarankan kami untuk menemui si penjaga yang tengah bersantai ria di teras gedung.
Akhirnya kami pun memberanikan diri untuk masuk ke teras.
Diteras gedung terpampang 4 lukisan Gresik tempoe doeloe. Meski kami cuma hanya bisa masuk diteras, tapi kami tidak menyia-nyiakan buat mengambil gambar lebih dekat gedung yang "KATANYA" milik rakyat ini.
Setelah melakukan pembicaraan dengan si penjaga, akhirnya kami disarankan untuk menemui bagian Rumah Tangga pada saat jam kerja untuk mengurus perizinan buat event besok. Siapa tahu kita bisa diizinkan untuk masuk hingga ke dalam.
Terus terang saya penasaran, kalau kamu?
Observasi kami lanjutkan di satu-satunya Klenteng di Gresik yang berada di perkampungan pecinan, meski kini hanya beberapa warga etnik keturunan chinnese yang tinggal disana.
Alhamdulillah, Bapak Sutanto, penjaga Klenteng Kim Hin Kiong sangat welcome dengan kedatangan kami. Klenteng Tri Dharma ini merupakan tempat peribadatan ajaran Tao, Konghucu, dan Buddhism.
Meski tidak tahu persis sejarah berdirinya Klenteng ini, namun beliau cukup memberi informasi tentang keberadaan Klenteng yang berumur sekitar 371 tahun ini.
Arsitek bangunan Klenteng dari dulu sampai sekarang tidak berubah. Beberapa arkeolog dari universitas Tarumanegara pernah meneliti dan berpendapat kalau genteng, kayu dan fondasi Klenteng berasal dari zaman Majapahit. Yang mengherankan, 4 tiang penyangga yang berada di teras Klenteng berdiri dengan hanya menempel atau tidak sampai terpendam ke dalam tanah. Sebuah Mahakarya yang menakjubkan.
Tiap tahunnya, pada tanggal 28 atau sanwee ji
pek, sekitar bulan Maret - April diadakan Peringatan
Sejit (hari jadi Klenteng). Ini dilakukan komunitas Tionghoa setempat dengan sejumlah ritual dan acara kesenian. Untuk tahun ini, peringatan sanwee ji
pek jatuh tanggal pada tanggal 23 Maret 2011 kemarin. Mulai tanggal 23 Maret pagelaran
wayang cina di gelar sampai
bulan juni 2011 dan untuk
pagelaran wayang kulit
dilaksanakan pada tanggal 23 April sampai 01 Mei 2011.
Oleh Pak Sutanto, kami selanjutnya diajak masuk ke dalam Klenteng. Di teras kami menjumpai altar persembahan yang ditujukan ke salah satu Dewa. Di bagian tengah bangunan utama yang merupakan bangunan asli Klenteng ada beberapa patung Dewa yang di atasnya terdapat tulisan kaligrafi yang mengandung filosofi. Matahari sebagai sumber kehidupan memberi energi kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan, serta semua makhluk diatas bumi. Di dinding-dindingnya terdapat lukisan-lukisan mengenai cerita bangsa cina di masa lampau. Meski tidak original lagi, tapi tiap sentuhan pada lukisan dibuat semirip mungkin. Itu dikarenakan lukisan dinding yang asli sudah termakan usia.
Selanjutnya kami diajak masuk ke bangunan kedua yang merupakan bangunan baru karena dianggap bangunan utama sudah tidak muat.
Sebelumnya kami ditunjukkan dengan Lonceng asli dari Tiongkok yang sudah berumur ratusan tahun. hmmm.. tahun segitu di Tiongkok sudah ada besi cor, mungkin di Indonesia masih pakai kentongan. :)
Di bangunan kedua kami juga menjumpai beberapa patung Dewa. Dibagian rak-rak tersusun rapi tumpukan-tumpukan dupa. Sementara di dindingnya terdapat deretan foto-foto Klenteng di Nusantara.
Sebuah kelirumologi bila Klenteng diidentikkan dengan tempat yang seram, angker, atau malah dianggap tempat mencari pesugihan.
Tiap detail ornamen dan bagian pada Klenteng mengandung filosofi.
Mestinya kita harus belajar dari mereka untuk menghargai dan menghormati leluhur-leluhur kita. Karena sesungguhnya para Dewa hanyalah seorang manusia biasa yang bisa dikatakan dekat dengan Tuhan. Seperti pada Islam, ada Nabi dan Wali.

`°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°` `°•.¸¸.•°``°``°•.¸¸.•`°•.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar